ansietas

2.6      Konsep Dasar Ansietas
2.6.1        Pengertian
Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa latin “angustus”  yang berarti kaku dan “ango-ana” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat (Trismiati, 2004).
Ansietas adalah suatu gejala yang tidak menyenangkan, sensasi cemas, takut dan terkadang panik akan suatu bencana yang mengancam dan tidak terelakkan yang dapat atau tidak berhubungan dengan rangsang eksternal (Fracchione, 2004). Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut yaitu adanya obyek dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu.
Kecemasan adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik dialami, di komunikasi secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan di hubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Kaplan dan sadock, 1997).
Kecemasan dapat pula didefinisikan sebagai suatu manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (konflik). Rasa cemas timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancam dirinya (Daradjat, 1988).
Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan autonomic (Kaplan dan Saddock, 2005). Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan/ansietas adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Capernito, 2001).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.
2.6.2        Teori Kecemasan
Teori kecemasan dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.       Teori Psikoanalitik
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresikan pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses penyimpanan impuls yang tidak tepat kedalam bawah sadar sehingga impuls tersebut tidak dapat diingat kembali. Bayangkan seseorang menempatkan suatu masalah kedalam kotak, mengikat tutupnya dengan tali menyimpan kotak tersebut dibelakang kloset, simpul tali pada “kotak represi” ini dapat terlepas pada suatu waktu kemudian masalah muncul kembali sehingga mengganggu perilaku, pikiran, mimpi, perasaan, dan kebutuhan orang tersebut. Karena perilaku memiliki makna, gejala-gejala ansietas menandakan represi yang tidak lengkap. Individu yang mengalami gangguan ansietas diyakini menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud.
Menurut freud dalam Sulistiawati, (2005), kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terahadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Energi seksual yang tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas, kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus interna dan eksterna yang berlebihan. Akibat dari stimulus interna dan eksterna yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan individu untuk menanganinya. Ada 2 tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan sekunder:
1)      Kecemasan Primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan.Penyebab kecemasan primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
2)      Kecemasan Sekunder
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, frued melihat ada 2 jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Frued menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya.
Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart & Sundeen, 1998)
b.      Teori Interpersonal
Menurut Vedebeck,(2008) berpendapat bahwa ansietas timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal. Pemberi keperawatan dapat mengkomunikasikan ansietas kepada bayi atau anak melalui caranya mengasuh yang tidak adekuat, gugup ketika menggendong atau memegang anak, dan pesan yang berubah.
Cara mengkomunikasikan ansietas dari individu yang satu kepada individu yang lain disebut empati. Ansietas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak dapat mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan usia. Pada individu dewasa, ansietas muncul dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi ansietas, semakin rendah kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan untuk terjadi gangguan ansietas.
Menurut Sulivan dalam Sulistiawati, (2005), mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidak mampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat tindakan sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan perilaku itu.
Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya muncul pada saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan orang yang dicintainya. Harga diri seseoarang merupakan faktor penting yang berhubungan dengan kecemasan .Orang yang mempunyai predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.(Susilawati, 2005)
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. (Stuart & Sundeen, 1998)
c.       Teori Perilaku
Ahli teori perilaku memandang ansietas sebagai suatu yang dipelajari melalui pengalaman iindividu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau dibuang melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat memodifikasi perilaku maladaptif tanpa memahami penyebab perilaku tersebut.Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui pengalaman berulang yang dipandu oleh seoarang ahli terapi terlatih. (Vedebeck, 2008)
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesak dalam sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami.
Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konflikdengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan. Konflik muncul dai dua kecenderungan yaitu “approach” dan “avoidance”. Approach merupakan kecenderungan untuk melakukan atau menggerakkan sesuatu. Avoidance adalah kebalikannya yaitu tidak melakukan atau menggerakkan sesuatu melalui sesuatu.(Susilawati, 2005)
Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan llebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. (Stuart & Sundeen, 1998)
d.      Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.(Susilawati, 2005).
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.(Stuart & Sundeen, 1998:).
e.       Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron dibagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktivitas sel. Teori ini mmenjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotransmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.(Susilawati, 2005)
2.6.3        Etiologi
Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara phisikis atau psykhologik (seperti harga diri, gambaran diri, atau identitas diri). Selain itu, penyebab dari Ansietas yaitu dari faktor Neurobiologik dan fisikologik.
1.      Faktor Neurobiologik
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA (gama-aminobutyric acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak yang yang menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau takut) Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit fisik Exposure Of Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.
2.      Faktor Psikologik
-       Marah
-       Harga diri rendah
-       Pemalu pada masa kanak-kanak
-       Orang tua yang pemarah
-       Terlalu banyak kritik
-       Ketidak nyamanan dengan Agresi
-       Seksual Abuse
-       Mengalami peristiwa yang menakutkan
3.      Faktor Kognitif
Cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan berpikir dan membuat persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara berlebihan terhadap suatu bahaya.
2.6.4        Proses Terjadinya
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA (gamaaminobutyric acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak yang menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau takut) .Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive).
2.6.5        Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
·         Fase 1 
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).  Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
·         Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
·         Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres.  Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti. intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
2.6.6        Tingkat Ansietas
Ada empat tingkat ansietas (peplau, 1952): ringan, sedang, berat, dan panic. Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas.
Tingkat Respon Ansietas
Tingkat Ansietas           Respon fisik                  Respon Kognitif           Respon Emosional
Ringan (1+)










Sedang (2+)













Berat (3+)
















Panik (4+)
Ketegangan otot ringan,
 sadar akan lingkungan,
Rileks atau sedikit gelisah,
Penuh perhatian,
Rajin.





Ketegangan otot sedang
Tanda-tanda vital meningkat
Pupil dilatasi mulai berkeringat
Sering mondar mandir, memukulkan tangan
Suara berubah bergetar, nada suara tinggi
Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.
Ketegangan otot berat
Hiperventilasi
Kontak mata buruk
Pengeluaran keringat meningkat
Bicara cepat, nada suara tinggi
Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
Rahang menegang, menggertakan gigi
Kebutuhan ruang gerak meningkat
Mondar-mandir, berteriak
Meremas tangan, gemetar.
Flight, fight atau freeze ketegangan otot sangat berat.
Agitasi motorik kasar
Pupil dilatasi
Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun.
Tidak dapat tidur
Hormone stress dan neurotransmitter berkurang.
Wajah menyeringai, mulut menganga.

Lapang persepsi luas,
Terlihat tenang, percaya diri,
Perasaan gagal sedikit,
Waspada dan memerhatikan banyak hal,
Mempertimbangkan informasi,
Tingkat pembelajaran optimal.
Lapang persepsi menurun.
Tidak perhatian secara selektif
Focus terhadap stimulus meningkat
Rentang perhatian menurun
Penyelesaian masalah menurun
Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.


Lapang persepsi terbatas
Proses berfikir terpecah pecah
Sulit berpikir
Penyelesaian masalah buruk
Tidak mampu mempertimbangkan informasi
Hanya memperhatikan ancaman
Preokupasi dengan pikiran sendiri
Egosentri


Persepsi sangat sempit
Pikiran tidak logis, terganggu
Kepribadian kacau
Tidak dapat menyelesaikan masalah.
Focus pada pikiran sendiri.
Tidak rasional.
Sulit memahami stimulus eksternal.
Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi.
Perilaku otomatis
Sedikit tidak sabar
Aktivitas menyendiri
Terstimulasi
Tenang






Tidak nyaman
Mudah tersinggung
Kepercayaan diri goyah
Tidak sabar
Gembira








Sangat cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Merasa tidak adekuat
Menarik diri
Menyangkal
Ingin bebas









Merasa terbebas
Merasa tidak mampu, tidak percaya
Lepas kendali
Mengamuk, putus asa
Marah, sangat takut
Mengaharapkan hasil yang buruk
Kaget, takut
lelah

2.6.7        Gangguan-gangguan Kecemasan
Fobia, panik, gangguan kecemasan menyeluruh, Stress pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan yang berpusat pada kecemasan. Pada kali ini akan dibahas mengenai gangguan kecemasan. Gangguan-gangguan kecemasan itu meliputi:
1.   Gangguan Fobia.
Kata fobia berasal dari kata Yunani phobos, berarti “takut”. Takut adalah perasaan cemas dan agitasi sebagai respon terhadap suatu ancaman.
Gangguan Fobia adalah ketakutan terhadap suatu benda atau kejadian atau situasi tertentu yang sedemikian besarnya sehingga orang akan selalu berusaha menghindarkan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek (objek fobia) atau situasi misalnya serangga atau hewan, ruang kecil, air, elevator, atau terbang. Objek atau situasi tersebut menyebabkan individu mengalami ansietas yang ekstrem atau menimbulkan respon panik.
v  Ada beberapa kategori fobia spesifik :
·         Fobia lingkungan alam : rasa takut terhadap badai, air, ketinggian, atau fenomena alam lain.
·         Fobia injeksi-darah
·         Fobia situsional : rasa takut berada dalam situasi tertentu.
·         Fobia hewan : rasa takut terhadap hewan atau serangga. Rasa takut ini sering muncul pada masa kanak-kanak dan dapat terus berlanjut sampai dewasa.
·         Tipe lain fobia spesifik, misalnya rasa takut tersesat ketika mengemudi jika tidak dapat berbelok kekanan ( bukan ke kiri) untuk mencapai tujuan.

v  Gejala fobia spesifik :
·         Rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek, misalnya hewan, lingkugan( air, badai, ketinggian), prosedur medis invasive, atau situasi (jembatan, terowongan, ruang kecil, elevator, terbang).
·         Respon ansietas yang cepat 3+ sampai respon panic 4+ terhadap objek yang ditakuti.
·         Klien mengetahui respon ekstrem dan beerlebihan terhadap suatu situasi.
·         Melakukan upaya menghindari objek fobia
·         Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas hidup lainnya.
Fobia social, suatu kategori fobia yang berbeda, individu menjadi sangat cemas sampai panic atau tidak mampu ketika menghadapi situasi yang melibatkan banyak orang, misalnya menghadiri acara social ssendirian, berinteraksi dengan lawan jenis atau orang yang belum dikenal dan menyampaikan keluhan (DSM-IV-TR, 2000).
v  Gejala fobia social :
·         Rasa takut yang terus menerus dan tidak rasional dalam berbicara di depan public atau acara-acara social lain.
·         Rasa takut merendahkan diri sendiri di depan teman sebaya atau dalam situasi ketika klien merasa orang lain akan menilai perilaku atau martabatnya.
·         Respon ansietas berat sampai panic (3+ sampai 4+) ketika menghadapi situasi social yang ditakuti
·         Klien memahami bahwa rasa takutnya ekstrem dan berlebihan.
·         Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas hidup lainnya.
2.      Gangguan Agorafobia
Agorafobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “takut kepada pasar” yang sugestif untuk ketakutan berada di tempat-tempat terbuka dan ramai. Orang-orang dengan agoraphobia takut untuk pergi berbelanja di took-toko yang penuh sesak; berjalan di jalan ramai; menyebrangi jembatan; naik bus, kereta api, atau mobil; makan dirumah makan; atau keluar dari rumah.
v  Gejala gangguan panic dengan Agorafobia
Klien mengalami tingkat ansietas atau takut tertinggi yang berlangsung 15 samapi 30 menit disertai empat atau lebih gejala gangguan panic, selain itu ada gejala-gejala berikut :
·         Takut terhadap tempat atau situasi yang individu yakin bahwa serangan panic atau perilaku yang memalukan akan terjadi atau terhadap tempat atau situasi yang diyakini tidak mungkin melarikan diri darinya.
·         Menghindari tempat atau situasi tersebut, distress yang ekstrem
·         Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.
v  Gejala Agorafobia tanpa Gangguan panic
·         Sangat khawatir akan memperlihatkan perilaku seperti panic ketika berada diluar rumah atau ketika berada di blok atau kota tempat tinggal, berada bersama orang lain dilingkungan luar rumah.
·         Menghindari situasi tersebut atau menoleransi hanya ketika merasa stress dan takut.
·         Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.
3.      Ganguan Panik.
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens dan meningkat yang berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional yang besar juga ketidak nyamanan fisiologis.
Gangguan panik mencakup munculnya serangan panic yang berulang dan tidak terduga. Serangan-serangan panic melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar; nafas cepat, nafas tersengal, atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing tujuh keliling (glas, 2000).
v  Gejala gangguan panik
Serangan panic berulang adalah episode intermiten tingkat ansietas atau rasa takut paling tinggi yang berlangsung 15 sampai 30 menit, disertai empat atau lebih gejala berikut :
·         Frekuensi jantung cepat, jantung berdegup keras, atau frekuensi jantung sangat meningkat.
·         Berkeringat
·         Gemetar, menggigil
·         Merasa tidak mampu bernafas
·         Merasa tersedak
·         Nyeri dada
·         Mual atau distress gastrointestinal
·         Pening pusing atau merasa ingin pingsan
·         Merasa segala sesuatu tidak nyata atau merasa terpisah dari diri sendiri (depersonalisasi)
·         Khawatir menjadi gila atau kehilanagn kendali
·         Takut akan segera menignggal
·         Kesemutan
·         Hot flash, kedinginan sampai menggigil
·         Khawatir akan berulangnya serangan panic dengan menghindari tempat atau orang yang membuat serangan panic muncul.
Kriteria dari penderita panik adalah apabila dalam tiga minggu terdapat sekurang-kurangnya tiga kali serangan panik dan individu tersebut tidak dalam keadaan kerja fisik yang berat, atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Para pengidap gangguan ini biasanya akan mengkonsumsi minuman yang beralkohol, menelan obat-obatan, dan secara sadar selalu menghindari situasai yang kiranya akan menimbulkan penyakitnya ini sebagai usaha untuk menenangkan diri.
4.      Gangguan Kecemasan Menyeluruh.
 Gangguan ini memiliki kriteria diagnosis, diantaranya yaitu:
·         Kecemasan yang menyeluruh dan menetap, yang ditandai oleh:
ü  ketegangan motorik
ü  hiperaktif syaraf otonomik
ü  rasa khawatir berlebihan tentang hal yang akan datang
ü  kewaspadaan yang berlebihan
·         Suasana perasaan cemas berlangsung selama paling sedikit satu bulan.
·         Tidak disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa lainnya.
Menurut aliran Psikoanalitik penyebab dari gangguan kecemasan menyeluruh ini adalah konflik antara id dan ego yang tidak disadari, semantara menurut teori belajar disebabkan karena kondisioning klasik dari rangsangan luar, dan menurut kognitif-behavioral lebih memfokuskan pada kontrol dan ketidakberdayaan.
5.    Stress Pasca Trauma.
Gangguan mental ini ditandai dengan kecemasan yang kaut dan berulang setelah pengalaman yang traumatic, yaitu kejadian yang mengancam keselamatan jiwa. Misalnya pemerkosaan, bencana alam, kecelakaan dan lain-lain.
Reaksi penderita traumatik adalah berupa ketakutan yang hebat,mudah terkejut, tidak berdaya, cemas, depresi, mati rasa, dan lain-lain. Kejadian-kejadian yang menyebabkan individu mengingat pada hal yang traumatic adalah:
                                               ·          Ingat kembali dalam bentuk bayangan.
                                               ·          Sering bermimpi buruk tentang hal yang traumatik.
                                               ·          Merasakan seolah-olah kejadian berlangsung kembali.
                                               ·          Timbul reaksi fisiologis ketika dihadapkan pada hal yan mengingatkan kejadian traumatik.
                                               ·          Distress ketika dihadapkan pada hal yang mengingatkan traumatic.
Akibatnya individu akan berusaha untuk menghindari hal yang berhubungan dengan trauma serta menunjukkan gejala yang tak mampu berespons atau menghadapi masalahnya. Gejala yang dilakukan individu biasanya:
·       Berusaha menghindari pikiran, percakapan, dan perasaan yang mengingatkan.
·       Menghindari aktivitas, tempat, dan orang yang mengingatkan.
·       Tidak mampu mengingat hal penting dari kejadian.
·       Menurunnya aktivitas secra mencolok.
·       Merasa tersisish dari orang lain.
·       Emosinya terbatas.
·       Memandang masa depan suram.
Selama mengalami stress pascatrauma individu akan mengalami gejala-gejala seperti sulit tidur, sulit konsentrasi, sering terkejut dan lain-lain. Namun tidak semua korban kejadian traumatuk mengalami stress pasca trauma. Treatment yang diberikan pada penderita stress pasca trauma adalah melalui terapi kelompok, maka dengan cara ini diharapkan penderita mendapatkan support dari teman-temannya.
6.      Gangguan stress akut
Gangguan stress akut sama dengan gangguan stress pasca trauma, yakni individu mengalami suatu situasi traumatic, tetapi respon yang muncul bersifat lebih disosiatif. Individu merasa bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, berpikir bahwa ia tidak nyata, dan melupakan bebrapa aspek peristiwa tersebut melalui amnesia, keterpishan emosional dan ketidak sadarn yang membingungkan terhadap lingkungan (DSM-IV-TR, 2000).
7.      Gangguan Obsesif-kompulsif.
Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak kedalam pikiran. Obsesif merupakan pikiran, ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang yang sepertinya berada diluar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya.
Sementara istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Dan pikiran obsesif sering membawa dampak munculnya tindakan kompulsi. Kompulsi ialah tingkah laku yang repetitive atau tindakan mental repetitive yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan.
Persamaan antara obsesi dan kompulsi adalah sebagai berikut:
·         Suatu pikiran atau dorongan kuat mendesak kedalam alam bawah sadar secara terus menerus.
·         Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk menghilangkan pikiran atau dorongan itu.
ü  Dirasakan sebagai hal yang asing, tidak disukai, tidak dapat diterima, dan tidak dapat ditekan.
ü  Penderita tetap sadar, tetap mengenal wajar dan tidak wajar rasional dan tidak rasional walaupun obsesi atau kompulsi sangat hebat.
ü  Penderita merasakan suatu kebutuhan yang besar atau melawan obsesi atau kompulsi.
Pada gangguan jenis obsesif-kompulsif ini individu yang mengalaminya akan berusaha menghilangkan kecemasannya dengan merangkai pemikiran dan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang. Penderita menyadari bahwa pikiran dan perbuatannya tersebut tidak dapat diterima nalar dan logika yang sehat, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan tidak mengerti mengapa mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berfikir dan berbuat demikian, apabila tidak melakukannya maka akan mengalami atau timbul kecemasan yang hebat.
v  Kategori Gangguan Ansietas
Gangguan Kecemasan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder)
Gangguan Kecemasan
Definisi
Serangan Panik



Agorafobia



Gangguan panic tanpa agoraphobia
Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panic
Fobia spesifik



Fobia social



Gangguan obsesif-kompulsif


Gangguan stress pascatraumatik.


Gangguan stress akut


Gangguan kecemasan umum

Gangguan kecemasan karena kondisi medikasi umum.

Gangguan kecemasan karena penggunaan zat.


Gangguan kecemasan tidak spesifik.



Suatu periode yang mempunyai cirri tersendiri, rasa kekuatiran, ketakutan atau terror yang besar, muncul tiba-tiba, sering berhubungan dengan perasaan akan datangnya malapetaka.
Kecemasan mengenai, atau penghindaran dari tempat atau situasi yang dirasa sulit dighindari (atau memalukan), atau saat tidak terdapatnya bantuan pada saat mengalami serangan panic atau gejala yang menyerupai panic.
Dikarakteristik oleh serangan panic yang tidak diduga yang terjadi  berulang dan agorafobia.
Dicirikan oleh adanya agoraphobia dan gejala yang menyerupai panic, tanpa serangan panic yang tidak diduga.
Dicirikan oleh kecemassan yang signifikan secra klinis, yang dipicu oleh pengenalan terhadap objek atau situasi spesifik yang menyebabkan takut, sering menimbulkan perilaku menghindar.
Dicirikan oleh kecemasan yang signifikan secara klinis, yang dipicu oleh pengenalan terhadap jenis situasi social  atau penampilan social; sering menimbulkan perilaku menghindar.
Dicirikan oleh obsesi yang menyebabkan kecemasan atau distress yang khas dan /atau kompulsi (yang dilakukan untuk menetralkan kecemasan)
Dicirikan oleh pengalaman yang berulang tentang suatu kejadian yang sangat traumatic, diiringi oleh gejala peningkatan rangasangan dan dengan penghindaran stimulus yang dikaitkan dengan trauma.
Dicirikan oleh gejala yang sama dengan gangguan stress pascatraumatic yang terjadi segraa, menyusul kejadian yang sangat traumatic.
Dicirikan oleh mengalami kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan terus menerus selama minimal 6 bulan.
Dicirikan oleh gejala kecemasan yang menonjol, yang diduga meerupakan konsekuensi fisiologik langsung dari kondisi medis umum.
Dicirikan oleh gejala kecemasan yang menonjol, yang diduga merupakan konsekuensi fisiologis langsung dari penyalahgunaan obat-obatan, medikassi, atau pajanan terhadap toksin.
Meliputi memberikan kode pada gangguan yang disertai kecemasan yang menonjol atau fobia penghindaraan yang tidak memenuhi criteria untuk setiap gangguan kecemasan spesifik (atau gejala kecemasan mengenai terdapatnya informasi yang tidak adekuat atau kontradiksi)

2.6.8        Sumber dan Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1.      Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a.       Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b.      Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c.       Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 
2.      Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a.       Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b.      Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c.       Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d.      Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan
2.6.8        Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari, (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
a.       Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1)      Makan makan yang bergizi dan seimbang
2)      Tidur yang cukup.
3)      Cukup olahraga.
4)      Tidak merokok.
5)      Tidak meminum minuman keras.
b.        Terapi psikofarmaka. 
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system).Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
c.         Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan.Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d.        Psikoterapi
1)      Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
2)      Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3)      Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4)      Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5)      Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6)      Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
e.       Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.




0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © the Life is Color